Nur Elifriani Simbolon, 4521009 (2025) Makna Teologi Tradisi Menabur Beras dalam Tari Tor-tor pada Adat Pernikahan Horja Godang Masyarakat Desa Sialagundi Provinsi Sumatera Utara. Sarjana thesis, Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi.
|
Text
Nur Elifriani Simbolon 4521009 cover.pdf Download (187kB) |
|
|
Text
Nur Elifriani Simbolon 4521009 abstrak.pdf Download (309kB) |
|
|
Text
Nur Elifriani Simbolon 4521009 full.pdf Restricted to Repository staff only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Riset ini dilatar belakangi dari tradisi menabur beras dalam tari tor-tor merupakan bagian dari pelaksanaan ketika pernikahan horja godang yang dilakukan masyarakat desa Sialagundi sebagai bentuk spritual. Dalam perspektif teologi, tradisi ini memiliki makna yang mendalam, tidak hanya sebatas ritual turun-temurun, tetapi juga sebagai bentuk komunikasi dengan Tuhan serta manifestasi dari nilai-nilai keagamaan dan sosial dalam kehidupan masyarakat. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini berfokus pada pelaksanaan tradisi menabur beras dalam tari Tor-tor pada upacara adat masyarakat Desa Sialagundi, Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, penelitian ini juga akan mengkaji makna teologi yang terkandung dalam tradisi menabur beras dalam tari Tor-tor tersebut. Adapun batasan masalah yang ditetapkan adalah makna teologi dari tradisi menabur beras dalam tari Tor-tor pada upacara adat masyarakat Desa Sialagundi, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) dengan menggunakan metode deduksi dan induksi. Sumber primer dalam penelitian ini melakukan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada informan utama, yaitu tokoh adat (hatobangon dan harajaon), tokoh agama. Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu, Pelaksanaan tradisi ini tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan mengikuti aturan adat yang ketat dan di kawal oleh tokoh adat. Ini membuktikan bahwa masyarakat masih sangat menjaga kesakralan dan otentisitas ritual, serta tidak mengubah makna spritual di balik praktik budaya tersebut meskipun berada dalam arus modernisasi. Dalam perspektif teologis, tradisi ini sinkretisme antara ajaran islam dengan kepercayaan lokal. Beras yang ditaburkan bukan lagi dipahami sebagai persembahan kepada roh leluhur, tetapi telah mengalami transformasi makna sebagai sarana dari Allah Swt. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu beradaptasi secara religius tanpa harus meninggalkan akar budaya mereka. Sedangkan makna teologi Tradisi menabur beras dalam tari Tor-tor pada upacara adat pernikahan Horja godang masyarakat desa Sialagundi memiliki makna yang sangat mendalam, bukan hanya sebagai bagian dari budaya tetapi juga sebagai ekspresi spritual masyarakat. Tradisi ini menunjukkan bahwa nilai-nilai keagamaan dan adat tidak berjalan berpisah, melainkan saling terjalin dalam kesatuan makna yang menyentuh aspek teologis dan sosial secara bersamaan. Masyarakat desa Sialagundi meyakini bahwa menabur beras, khususnya beras kuning, dalam tari Tor-tor adalah simbol dari doa dan harapan akan keberkahan, kesuburan, dan keharmonisan rumah tangga yang baru terbentuk. Beras menjadi medium penghubung antara manusia, leluhur, dan Tuhan. Ini mencerminkan pemahaman masyarakat bahwa setiap tindakan adat memiliki dimensi spritual yang sakral dan penuh penghormatan terhadap nilai-nilai keagamaan.
| Item Type: | Skripsi/Thesis/Disertasi (Sarjana) |
|---|---|
| Keywords: | Makna Teologi, Tradisi, Menabur Beras, Tari Tor-tor, Adat Pernikahan |
| Subjects: | B Filosofi. Psikologi. Agama > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc H Ilmu Sosial > HQ The family. Marriage. Woman |
| Divisions: | Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah > Akidah dan Filsafat Islam |
| Depositing User: | Mrs - Savira Suaida |
| Date Deposited: | 20 Oct 2025 07:46 |
| Last Modified: | 20 Oct 2025 07:46 |
| URI: | http://repository.uinbukittinggi.ac.id/id/eprint/526 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |

